Langsung ke konten utama

Normalkah Anak Punya Teman Khayalan?

Normalkah Anak Punya Teman Khayalan?

Apakah anak Anda pernah meminta menyediakan tempat duduk untuk teman khayalannya? Atau, ia sering bercerita tentang seorang teman yang tidak tampak wujudnya? Sebelum orang tua merasa ketakutan, sebenarnya ada penjelasan tentang teman khayalan yang biasa dimiliki anak-anak.

Banyak orang tua berpikir bahwa anak yang memiliki teman khayalan adalah anak yang kesepian dan tidak punya teman di dunia nyata. Padahal sebenarnya berbagai jenis karakter anak, mulai dari yang pendiam sampai yang supel bisa saja memiliki teman khayalan.
Peran Teman Khayalan dalam Perkembangan Anak
Hingga mencapai usia tujuh tahun, sebagian anak mengaku pernah punya teman khayalan. Teman khayalan ini kadang tidak begitu saja hilang, setelah anak mulai masuk sekolah dan bergaul dengan teman-teman lain.

Teman khayalan ini tidak selalu berupa sosok jual obat aborsi manusia, tetapi juga bisa hewan dengan nama dan karakter tertentu. Si Kecil bisa saja punya teman khayalan yang ia sebut seekor kuda bertanduk atau unicorn, dengan separuh tubuh manusia yang berpakaian seperti putri. Ada juga anak yang mengandaikan mainan favoritnya sebagai teman baiknya. Ia bisa juga memiliki lebih dari satu teman khayalan. Hal ini merupakan bentuk kekuatan imajinasi si Kecil.

Dalam hubungannya dengan dunia nyata, teman khayalan akan “menemani” anak mengeksplorasi dunia. Teman khayalan adalah bentuk dari fantasi yang sebenarnya bisa berperan dalam beberapa hal berikut:

Sebagai media anak untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya
Membantu anak membangun hubungan dan mengendalikan perubahan.
Membantu anak mengelola emosi
Membantu anak untuk memahami situasi.
Membantu anak mengelola konflik di sekitarnya.
Memerhatikan interaksi anak dengan teman khayalannya dapat membantu Ibu memahami ketakutan dan kesukaan si Kecil. Misalnya, jika teman khayalannya takut ada monster di bawah tempat tidur, bisa jadi si Kecil juga merasakan hal serupa.

Seperti teman pada umumnya, ternyata teman khayalan ini juga tidak selalu menuruti kata-kata si Kecil. Anak bisa saja bercerita bahwa teman khayalannya bicara terlalu kencang, tidak datang ketika dipanggil, atau mengganggunya saat bermain. Meski dapat menjelaskan sosok si teman secara detail, tapi umumnya anak-anak tahu bahwa teman mereka ini tidak nyata.

Bagaimana Sebaiknya Orang Tua Menyikapi Teman Khayalan Si Kecil?
Umumnya keberadaan teman khayalan bukan merupakan tanda anak tidak berkembang secara normal. Ibu justru dapat memanfaatkan masa ini untuk mengajari anak tentang nilai-nilai tertentu.

Misalnya, jika anak tiba-tiba menumpahkan isi toples karena ceroboh dan ia menyalahkan teman khayalannya. Hindari memarahi saat ia berkata bahwa seharusnya teman khayalan yang merapikan.

Ibu sebaiknya tidak berkata hal-hal seperti, “Berhenti pura-pura nggak salah!” atau menertawakan teman khayalannya. Ingatkan saja tentang peraturan untuk selalu membersihkan rumah yang kotor. Jika Ibu bersikap memusuhi teman khayalannya, anak akan cenderung lebih lama untuk lepas dari fase ini.

Akan tetapi menghargai pertemanan anak dengan teman khayalannya bukan berarti Ibu perlu ikut berinteraksi atau melibatkan teman khayalan. Misalnya, hindari memanipulasi dengan mengatakan, “itu teman kamu suka makan wortel. Berarti kamu mau juga ya.” Sebab, jauh dalam hati dan pikirannya, ia tahu bahwa temannya tidak nyata.

Pada dasarnya Ibu tidak perlu panik dan terlalu khawatir, melainkan tetap tenang saat mengetahui anak memiliki teman khayalan. Anak yang punya atau pernah punya teman khayalan umumnya tumbuh menjadi anak yang gembira, kreatif, mudah bekerja sama dan bersosialisasi, serta mandiri. Setelah usia tujuh tahun, teman khayalan biasanya mulai hilang seiring dengan kesibukan anak di sekolah dasar.

Jika teman khayalan anak dianggap mengganggu atau mengkhawatirkan, ibu dapat membawa anak untuk konsultasi dengan psikolog agar mendapat penanganan yang tepat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kecerdasan Emosional dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi

Kecerdasan Emosional dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Dengan kecerdasan emosional, Anda mampu mengerti dan mengatur emosi. Kecerdasan emosional bisa dilatih untuk dapat menunjang kinerja Anda dalam bekerja. Hal ini dapat dikembangkan dan dipelajari oleh siapa saja dan dari berbagai usia. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional atau EQ rendah, cenderung tidak dapat mengendalikan emosinya, tidak mengerti perasaan orang lain, tidak dapat mempertahankan hubungan pertemanan, tidak mampu menempatkan emosi sesuai situasi dan kondisinya, tidak dapat mengatasi kesedihan, serta tidak memiliki rasa empati dan simpati kepada orang lain Kecerdasan Emosional Dimulai di Usia Dini Jika Anda ingin berhasil di tempat kerja, atau Si Kecil ingin berprestasi di sekolah, ada baiknya Anda mengetahui apa itu kecerdasan emosional dan pengaruhnya terhadap prestasi anak. Kecerdasan emosional dianjurkan dilatih sejak dini. Anak-anak lebih cepat menyerap apa yang Anda ajarkan. Jika Si Kecil bera